Minggu, 26 Januari 2014

Catatan Mata

Aku sudah lama menunggu matahari itu terbit,
namun tetap saat ku buka mata ternyata gelap nampak di ahri ini,
lagi, lagi dan lagi tak henti - hentinya terus ku berdoa meminta mendpati matahari yang terbit kemudian ia terbenam dan aku ada sebagai saksinya.
Namun, lagi - lagi pula aku terlalu terlena dalam do'a hingga terbit maupun tenggelam aku jua tak mampu melihatnya.

Sempat aku mati, matahari itu.
Aku pekikan penginaan yang menusuk,
namun aku tak jua mendaptkan respon yang diharap.
Lagi - lagi, kekecewaan mengampiri dengan berjuta harapan bisa melihat mentari itu.

Ahh!! Apa yang salah padaku ?
Apakah Indonesia memang tak bermatahari?
Atau aku yang tak bisa menerima keberadaan diri,
kondisi dimana memang aku harusnya lebih bersyukur karena hanya tak dapat melihat saat mentari terbit dan terbenam.
Sementara masih ada orang yang kulitnya lantas memerah dan melepuh, karena tak boleh terkena sinar mentari.
Ya, akhirnya aku pahami diri.
Aku mulai terima kondisi yang memang tak bisa melihat keindahan Ciptaan-Nya,
namun begitu harus ku syukuri karena aku masih bisa merasakan hangatnya bias mentari.

Sabtu, 25 Januari 2014

Hanya ingin menulis

Dan saat semuanya hilang, tengoklah siapa dan apa yang tersisa dalam hidupmu, tidak meninggalkanmu, tetap menguatkanmu dan menemani dalam uzianmu. Itulah yang namanya KETULUSAN. ^^


Saya masih lebih bangga menjadi orang yg memiliki hati namun tak pandai membuat orang lain terluka, dibanding menjadi orang pandai yang tanpa hati melukai perasaan orang lain.
#Tenggangarasa


Tenggang rasa itu sederhana, tidak mempersulit kondisi temannya yang sudah sama sama sulit.
#Tenggangrasa

Sabtu, 11 Januari 2014

Cerita Dia

Aku tahu, sungguh aku mengetahuinya.
Dari awal aku sudah mengetahui itu mau mu.
itulah sebabnya, aku memintamu untuk berkata jujur...
sementara itu, kamu terus berkelak,
kamu berkelit bahkan ironisnya berbakti kepada ibu dijadikan alibi tanpa hati.
Aku bukan ingin ikut campur dalam hidupmu,
kamu sendiri yang menarikku masuk kedalam kehidupanmu,
Manfaatkan aku sesuka hatimu, kau lakukan itu.
Perlu kau datangi aku, sudah tak menarik kamu lempar aku.

Sudahlah, tak perlu kamu mencari alibi untuk pembenaran diri.
Apakah kamu pikir, perbuatan baik dengan cara tak benar adalah tepat?
Sementara bersedekah dengan uang haram pun dilarang!

Iya, aku pahami keinginanmu.
Namun, tak pernah kau berkata jujur untuk apa yang telah terjadi.
Kamu tersenyum manis, sementara laku mu menusuk dari belakang.
Kamu sebut aku, kakak...
sementara prilaku mu mengatakan aku adalah musuhmu.

Kamu kata, suka dengan nasihatku..
maka tak henti - hentinya, meskipun libur aku menemanimu mengapus air matamu,
dibalik bayanganku kamu injak, kamu maki dan kamu teriakan dengan lantang bahwa aku sedang membuli.

Kamu tahu, aku bahkan menangkap basah dirimu membicarakan aku...
berkabar tak benar pada rekan - rekan perjuangan.
Apa aku memaki mu?
Tidak! Karena ku tahu, Alloh Mahamengetahui yang benar dan tidak.
Tak perlulah rasanya aku melabrak dan mengina mu, aku menjaga wajahmu yang sudah tak memiliki harga diri dihadapanku.
Kemudian, untuk hal itu...
Apa kamu bertanya tentang perasaanku?
Tidak!Karena aku sadri benar, yang kamu pedulikan hanya perasaanmu saja.
Kamu malah sibuk membicarakan tentang nasib buruk yang ternyata semua rekaanmu.

Ooh, betapa baiknya kamu menyusun skenario.
Seolah semua nampak indah dan baik,
tersusun begitu rapih,
seolah tersakiti begitu merintih, 
padahal sedikitpun kamu tak pernah menuangkan hati saat berbagi bersama kami.

Ironis memang, tapi itulah arti persahabatan dimata mu.
Dibalut kata saudara, bersama saat ingin dan tinggalkan saat bosan mengampiri.