Sabtu, 11 Januari 2014

Cerita Dia

Aku tahu, sungguh aku mengetahuinya.
Dari awal aku sudah mengetahui itu mau mu.
itulah sebabnya, aku memintamu untuk berkata jujur...
sementara itu, kamu terus berkelak,
kamu berkelit bahkan ironisnya berbakti kepada ibu dijadikan alibi tanpa hati.
Aku bukan ingin ikut campur dalam hidupmu,
kamu sendiri yang menarikku masuk kedalam kehidupanmu,
Manfaatkan aku sesuka hatimu, kau lakukan itu.
Perlu kau datangi aku, sudah tak menarik kamu lempar aku.

Sudahlah, tak perlu kamu mencari alibi untuk pembenaran diri.
Apakah kamu pikir, perbuatan baik dengan cara tak benar adalah tepat?
Sementara bersedekah dengan uang haram pun dilarang!

Iya, aku pahami keinginanmu.
Namun, tak pernah kau berkata jujur untuk apa yang telah terjadi.
Kamu tersenyum manis, sementara laku mu menusuk dari belakang.
Kamu sebut aku, kakak...
sementara prilaku mu mengatakan aku adalah musuhmu.

Kamu kata, suka dengan nasihatku..
maka tak henti - hentinya, meskipun libur aku menemanimu mengapus air matamu,
dibalik bayanganku kamu injak, kamu maki dan kamu teriakan dengan lantang bahwa aku sedang membuli.

Kamu tahu, aku bahkan menangkap basah dirimu membicarakan aku...
berkabar tak benar pada rekan - rekan perjuangan.
Apa aku memaki mu?
Tidak! Karena ku tahu, Alloh Mahamengetahui yang benar dan tidak.
Tak perlulah rasanya aku melabrak dan mengina mu, aku menjaga wajahmu yang sudah tak memiliki harga diri dihadapanku.
Kemudian, untuk hal itu...
Apa kamu bertanya tentang perasaanku?
Tidak!Karena aku sadri benar, yang kamu pedulikan hanya perasaanmu saja.
Kamu malah sibuk membicarakan tentang nasib buruk yang ternyata semua rekaanmu.

Ooh, betapa baiknya kamu menyusun skenario.
Seolah semua nampak indah dan baik,
tersusun begitu rapih,
seolah tersakiti begitu merintih, 
padahal sedikitpun kamu tak pernah menuangkan hati saat berbagi bersama kami.

Ironis memang, tapi itulah arti persahabatan dimata mu.
Dibalut kata saudara, bersama saat ingin dan tinggalkan saat bosan mengampiri.

Tidak ada komentar: