Sabtu, 23 November 2013

Lubang dan Adik Kawan


Teman, hari ini kamu terlihat baik.
Bagaiamana dengan jalanan yang kemarin kita lewati ?
Mungkin kamu bingung, mengapa aku bertanya tentang hal itu ?
Padahal bisa jadi yang ingin kau dengar adalah perhatianku yang lebih terpusat padamu.

Ahh! Sudahlah teman, tak usah kau risau hati.
Mungkin memang benar rasa peduliku mulai memudar kini,
Namun itu hanya untuk membuatmu mengerti,
Bukan untuk membuat hati bersedih,
Sekedar ingin merubah paradigma diri,
Hingga kepercayaanku tentangmu teman kembali bangkit.

Jalanan itu tetap berlubang kawan,
Aku tahu itu hanya pengalihan perhatiaan, karena kau tak ingin melihatku berduka.
Kawanku yang baik hatinya, tak perlulah kau risau hati.
Aku tahu kau begitu menyayanginku, sehingga kau lebih peduli dengan jalanan dari pada diri ini.
Kawan kuatkan hatimu, agar aku pun bisa percaya bahwa hidup bagaimana berjalannya takdir.
Kawan sudah cukup kamu berlarut dalam wajah sendu menatap jalan yang kian berlumbang dan saat hujan deras lubang itu tertutup genangan air.
Betapa ku tahu, usaha mu menutup lubang itu cukup keras, namun ternyata Robb berkehendak lain.
Para pembesar dengan dompet semakin tebal, berdalih belum memiliki anggaran untuk memperbaiki....
Hingga na’as menimpa kami rakyat kecil,
Adik kawan menjadi korban ganasnya jalanan berlubang – lubang meski nampak kecil,
Ia dengan pasti merenggang nyawa terhimpit mobil.

Tidak ada komentar: